G7 Semakin Tak Relevan bagi Dunia
Kelompok G7 kian tak relevan. Dunia sudah jauh dari situasi 1975 saat G7 berdiri. Tuan rumah G7 di Jepang mengakomodasi AS yang sangat antagonis terhadap China. G7 beranggotakan AS, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Italia, dan Kanada karena premis sebagai kelompok negara terkaya dunia. Produksi domestik bruto (PDB) China yang sebesar 163,43 miliar dollar AS pada 1975 kalah dari Kanada dengan PDB di urutan terbawah G7 saat itu. Pada 2022, PDB Italia dan Kanada sudah tidak masuk tujuh besar. Kini, China di urutan kedua dan India di urutan kelima dalam tujuh besar PDB dunia. Dilihat dari PDB berdasarkan purchasing power parity (keseimbangan daya beli), anggota asli G7 tinggal AS, Jepang, dan Jerman. China, India, Rusia, dan Indonesia menyalip Inggris, Perancis, Italia, dan Kanada.
Format G7 dari sisi negara terbesar ekonomi tidak relevan lagi. Pada 2018, Jim O’Neill dan Alessio Terzi, yang saat itu think-tank di Bruegel, menyimpulkan, G7 dengan format terbaru tidak sahih untuk eksis dan harus digantikan dengan G20 yang lebih representatif. G7 mirip gerakan sektarian. Isu pada G7 Jepang 2023 yang bertemu pada 19-21 Mei di Hiroshima tidak representatif. Isu terbesar yang diusung G7 diwarnai ambisi AS; sanksi pada Rusia terkait invasi Ukraina serta pengurangan ketergantungan ekonomi global pada China (decoupling) atas nama kedaulatan Taiwan, Hong Kong, Xinjiang, dan ideologi demokrasi. G7 berdiri guna memelihara relasi politik, ekonomi, diplomasi, dan militer demi kestabilan global. Namun, ”Jika Anda berpikir tentang politik dunia, kita khawatir dengan relasi AS-China yang bisa berkonflik,” kata Direktur Studi Kebijakan Asia Timur di Brookings, Mireya Solis (18 Mei, CNBC).
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida turut menggaungkan isu persenjataan karena faktor China. Ini ironis mengingat Hiroshima adalah kota yang mengingatkan akan bahaya perang. ”Saya tidak percaya pada niat pemerintah. Jepang sudah 80 tahun berkomitmen untuk tidak berperang,” kata Kazuto Suzuki, profesor keamanan internasional dan sains politik di University of Tokyo (BBC, 20 Mei). China sudah berkali-kali menekankan siap bernegosiasi demi win win solution. China mengingatkan bahwa masalah dunia itu banyak, bukan hanya Ukraina dan Taiwan. G7 tidak memenuhi premis awal sebagai forum diskusi dan koordinasi untuk mencapai solusi atas masalah-masalah lain di dunia; perdagangan, keamanan, ekonomi, dan perubahan iklim. Tanpa memasukkan India, Rusia, dan China, tak mungkin isu itu terselesaikan. Dilihat dari posisi Asia sebagai sentra pertumbuhan global, tanpa mengikutkan China, sulit membahas ancaman decoupling dan justru membahayakan Asia. Perwakilan Asia di G7 agaknya harus paham jebakan ini.
John Mearsheimer, pakar geopolitik University of Chicago, mengatakan, AS tetap berlakon seakan dunia masih di bawah hegemoni liberal. Inilah inti keusangan G7. Upaya Presiden Perancis Emmanuel Macron menjadi sia-sia.
SUMBER REFERENSI
https://www.kompas.id/baca/opini/2023/05/21/g7-semakin-tak-relevan-bagi-dunia