skip to Main Content

PERPPU CIPTA KERJA: PERATURAN DIMONOPOLI, RAKYAT DIKHIANATI!

Latar Belakang

Undang-Undang Cipta Kerja tahun 2020 telah menjadi isu panas sejak tahun 2019. Undang-undang ini merupakan Omnibus Law dimana di dalamnya merangkap 11 klaster peraturan yang meliputi penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek, serta pemerintah kawasan ekonomi. Setelah muncul pada pidato Presiden Indonesia Joko Widodo di tahun 2020, pemerintah membentuk satgas pembentukan undang-undang ini yang kemudian draftnya dilanjutkan ke DPR RI. Hal yang mengganjal dalam proses pengesahan UU ini, yakni dijalankan secara terburu-buru bahkan DPR RI rela untuk mengadakan rapat secara marathon yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan besar. Apakah dengan kondisi saat ini UU tersebut sangat genting untuk secepatnya disahkan? Di saat pada waktu yang sama masih banyak pihak yang menolak sahnya UU ini yang kemudian mengajukan uji materi UU kepada Mahkamah Konstitusi.

Setelah dilakukan peninjauan secara seksama, mengutip keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) pada nomor 91.PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja adalah cacat formil dan dengan begitu UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat. MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja ini Inkonstitusional bersyarat karena MK ingin menghindari ketidakpastian hukum dan dampak yang lebih besar yang akan ditimbulkan, serta mempertimbangkan penyeimbangan syarat pembentukan Undang-Undang yang harus memenuhi seluruh unsur, seperti kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan serta juga mempertimbangkan tujuan dari terciptanya UU Cipta Kerja. Mendengar keputusan tersebut, Presiden Joko Widodo kemudian memerintahkan para Menteri terkait untuk segera menindaklanjuti putusan MK secepat-cepatnya dengan paling lambat dua tahun. Dimana dalam masa revisi ini seharusnya tidak boleh ada pasal-pasal yang dipraktikkan. Sayang seribu sayang, beberapa pasal atau peraturan yang sedang dalam masa revisi ini justru tetap dijalankan oleh pemerintah.

Di satu sisi, untuk menggantikan UU tersebut, pemerintah seakan bersiasat dengan dibuatnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2022 yang diterbitkan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 Desember 2022. Setelah dilakukan peninjauan kembali, Perppu No. 2 Tahun 2022 ini masih belum ada perbaikan signifikan dari UU Cipta Kerja yang dibuat dua tahun yang lalu. Beberapa poin dalam undang-undang tersebut masih memiliki napas yang serupa dengan mengutamakan pihak investor daripada masyarakat Indonesia sendiri. Uji publik yang seharusnya dilakukan dinilai belum optimal dan masih cacat dalam proses pembuatan serta pelaksanaannya. Banyaknya kejanggalan dalam Perppu Cipta Kerja ini menimbulkan kesan seakan-akan pemerintah melarikan diri dari permasalahan yang seharusnya diselesaikan.

Pasal-pasal yang Dinilai Bermasalah
1. Pasal 81 Angka 15 Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja

Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 59 pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja yang berbunyi bahwa “Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama”. Penggunaan frasa “tidak terlalu lama” ini mengubah ketentuan soal batas waktu pekerjaan yang sebelumnya “tiga tahun” sebagai salah satu kriteria.

Hal ini diyakini akan membuat pengusaha leluasa menafsirkan frasa “tidak terlalu lama” dan makin menipisnya kepastian waktu kerja bagi buruh (faktor dari kurangnya transparansi). Demikian juga perpanjangan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) misalnya, menyatakan dengan pengaturan ini buruh dapat dikontrak dalam jangka pendek/tanpa periode/secara terus menerus/tanpa batas waktu sehingga menyebabkan buruh kehilangan kesempatan menjadi karyawan tetap.

2. Pasal 81 Angka 42 Ketenagakerjaan, Pasal 154A Pemutus Hubungan Pekerjaan (PHK), Pasal 172 Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja

Dengan diterbitkannya pasal ini, buruh rentan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu contohnya, yakni ketika mengalami kecelakaan kerja. Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja menyisipkan Pasal 154A mengenai alasan pemutusan hubungan kerja. Alasannya, yakni pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan, maka buruh akan mendapatkan ancaman untuk di phk. Pada pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa buruh berhak atas dua kali pesangon jika mengalami PHK karena sakit berkepanjangan melebihi 12 bulan. Akan tetapi, ketentuan ini justru dihapus melalui UU Cipta Kerja sehingga buruh tidak mendapatkan pesangon tersebut.

3. Pasal 64 Tenaga Alih Daya UU Cipta Kerja

Pasal ini dinilai bermasalah dan turut dikhawatirkan oleh Serikat Buruh sebab tidak ada penjelasan maupun batasan yang jelas mengenai penggunaan tenaga alih daya atau outsourcing. Pasal ini dapat mengancam hak-hak para pekerja serta menciptakan ketidakpastian dalam hubungan kerja.

4. Pasal 79 dan Pasal 84 Cuti Panjang Tidak Lagi Wajib UU Cipta Kerja

Pemberian cuti panjang tidak lagi menjadi hal yang wajib bagi perusahaan, melainkan berbentuk opsional. Aturan tersebut terdapat dalam Pasal 79 UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja yang menyebutkan bahwa cuti dan waktu istirahat yang wajib diberikan oleh perusahaan hanya cuti tahunan, istirahat antar jam kerja, dan libur mingguan. Selain itu, istirahat panjang hanya akan menjadi pilihan bagi perusahaan.

5. Pasal 88C, 88D, dan 88F Upah Minimum UU Cipta Kerja

Munculnya “indeks tertentu” pada Pasal 88D ayat 2 Perppu Cipta Kerja dinilai semakin meyakinkan upah murah bagi para buruh. Upah minimum kota/kabupaten sebagai dasar upah minimum pekerja dihapuskan juga turut dihapuskan pada Pasal 88C. Pasal ini dapat mengancam kesejahteraan para pekerja, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal dan tidak tergabung dalam serikat pekerja.

6. Pasal 78 Waktu Kerja Lembur UU Cipta Kerja

Pada UU Ketenagakerjaan yang lama disebutkan bahwa waktu lembur bekerja maksimal cukup 3 jam per hari dan 14 jam seminggu, sedangkan dalam pasal ini jam lembur diubah menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu. Pasal ini secara tidak langsung memaksa para pekerja untuk bekerja lebih extra dengan ketidakpastian tarif upah dan minimnya hak-hak yang akan didapatkan oleh para pekerja.

7. Pasal 59 Ayat (4) Kontrak Seumur Hidup dan Pasal 79 Ayat (2) huruf (b) Pemotongan Waktu Istirahat UU Cipta Kerja

Pasal ini berpotensi membuat pekerja menjadi pegawai kontrak tanpa ada batas waktunya sebab aturan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja diatur oleh peraturan pemerintah. Waktu kerja menjadi tereksploitasi terhadap pekerja karena pada Pasal 79 Ayat (2) huruf (b) pekerja hanya diberikan waktu istirahat mingguan selama satu hari dan enam hari bekerja dalam sepekan, sedangkan di dalam UU Ketenagakerjaan yang lama diatur hari libur sebanyak dua hari dalam satu pekan.

Dampak Positif dari Perppu Cipta Kerja

Tentu saja, di dalam pembuatan peraturan mengenai cipta kerja yang dikeluarkan oleh pemerintah ini menimbulkan berbagai perdebatan serta pro dan kontra dari berbagai kalangan. Adapun keuntungan yang didapat dari Perppu Cipta Kerja ini, yakni

  1. Meningkatkan Investasi: Perppu Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan investasi dalam negeri dan asing di Indonesia. Dengan adanya Perppu ini, diharapkan akan ada perbaikan iklim investasi dan bisnis di Indonesia sehingga akan mendorong peningkatan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
  2. Meningkatkan efisiensi birokrasi: Perppu Cipta Kerja juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi birokrasi, terutama dalam proses perizinan dan regulasi bisnis. Hal ini diharapkan dapat memudahkan para pelaku bisnis untuk memulai dan mengembangkan bisnis mereka di Indonesia.
  3. Perlindungan hak kekayaan intelektual: Perppu Cipta Kerja juga bertujuan untuk memperkuat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia. Hal ini akan menjadi dorongan bagi inovasi dan kreativitas di Indonesia serta memberikan perlindungan lebih besar bagi pencipta karya.
  4. Memperkuat posisi Indonesia dalam persaingan global dan kesejahteraan masyarakat: Dalam era persaingan global yang semakin ketat, Perppu Cipta Kerja diharapkan dapat

memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional. Dengan adanya perbaikan iklim investasi dan bisnis serta perlindungan yang lebih baik bagi pencipta karya, diharapkan Indonesia akan semakin dikenal sebagai tempat yang ramah bagi investasi dan inovasi serta masyarakat akan turut merasakan manfaat dari perkembangan ekonomi yang lebih baik.

Dampak Negatif dari Perppu Cipta Kerja

Perppu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022 ini juga menimbulkan beberapa kontra dari berbagai kalangan, antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Penerbitan Perppu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022 ini bertentangan dengan UUD 1945. Tertulis dalam UUD 1945 Pasal 22 ayat (1), yaitu “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.” Sementara, penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 ini bukanlah hal yang genting dan bersifat memaksa. Meskipun sesuatu hal yang genting dan memaksa itu penilaian subjektif presiden, akan tetapi, hal ini harus diimbangi dengan argumentasi yang legal dan rasional.
  2. Ketidakpastian bagi para buruh kontrak. Dalam Perppu Cipta Kerja ini tidak terdapat ketentuan durasi masa kontrak. Selain itu juga, menurut Saut Pangaribuan selaku Tim Kuasa Hukum dan salah satu Pemohon uji formil dan materiil Perkara Nomor 6/PUU-XXI/2023, menyatakan bahwa norma yang terdapat pada Perppu tersebut menghilangkan hak konstitusional para buruh yang telah dijamin dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Terdapat ketidakjelasan rumusan sehingga justru menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para buruh.
  3. Terdapat pasal yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan yang mana pekerjaan Alih daya hanya diperbolehkan dalam bidang jasa pembersihan, keamanan, katering, jasa minyak dan gas pertambangan, serta transportasi. Sementara dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 81 poin 19 sampai dengan 21, tak ada ketentuan ihwal bidang kerja alih daya yang diperbolehkan, sehingga membuat semua jenis pekerjaan rawan dialihdayakan.
  4. Pasal yang bertentangan satu sama lain. Contohnya pada Perppu Cipta Kerja pasal 184 B tertulis bahwa “Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini” akan tetapi, pada pasal berikutnya, yaitu pasal 185 berbunyi “Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.

Tanggapan Pemerintah Sebagai Pembuat Peraturan Cipta Kerja

Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah Indonesia terus menegaskan bahwa Perppu Cipta Kerja ini akan menyerap Tenaga Kerja Indonesia. Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai kebijakan antisipatif dalam penguatan fundamental ekonomi domestik melalui reformasi struktural. Pemerintah Indonesia, khususnya DPR RI memberikan pandangannya secara umum terkait latar belakang filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukan UU Cipta Kerja. Menurut mereka, dengan adanya/disahkannya Perppu Cipta Kerja menjadikan upaya negara untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sebagaimana tujuan pembuatan Perppu Cipta Kerja ini juga disebutkan bahwa dengan adanya Perppu ini diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang luas di tengah persaingan kompetitif pada tuntutan globalisasi ekonomi. Dengan kondisi legislasi saat ini, banyaknya peraturan perundang-undangan yang dianggap tumpang tindih inilah yang melandaskan perlunya penerapan Perppu Cipta Kerja.

Berdasarkan Pasal 22 UUD tahun 1945 ayat (2), yakni “Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.” bahwasanya penetapan Perppu Cipta Kerja adalah pelaksanaan konstitusi atas kewenangan atributif Presiden, tetapi untuk menjalankan kewenangan ini perlunya pengesahan oleh DPR RI yang memberi persetujuan sebab diperlukan pula nilai objektivitas untuk melihat apakah Perppu ini tidak terdapat unsur subjektif dari Presiden. Setelah melalui Rapat Kerja Pemerintah bersama Badan Legislasi DPR RI, munculah keputusan Penetapan Perppu Cipta Kerja telah disetujui dan akan disahkan menjadi Undang-Undang. Disahkannya Perppu ini sendiri juga setelah mendengar pandangan dari fraksi-fraksi lain dan menerima catatan-catatan yang tidak menyetujui untuk menjadi masukan bagi Pemerintah untuk menjalankan Perppu Cipta Kerja ini.

Pemerintah berpendapat bahwasanya dengan adanya Perppu Cipta Kerja ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, kepastian hukum, dan pemenuhan hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, “Negara wajib menetapkan kebijakan dan melakukan tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak”. Airlangga juga menuturkan bahwasanya hak-hak konstitusional para warga negara tidak akan dikurangi, dihilangkan, dibatasi, dipersulit, maupun dirugikan dengan berlakunya Perppu Cipta Kerja ini. Ini merupakan salah satu upaya dari Pemerintah untuk memperluas lapangan pekerjaan sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lapangan kerja dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan masyarakat.

Tanggapan Buruh dan Publik Sebagai yang Menerima Dampak dari Peraturan Cipta Kerja

Dengan banyaknya narasi serta pasal-pasal yang merugikan pekerja, seperti menghilangkan upah minimum dan menggantinya dengan penerapan upah per jam, menghilangkan pesangon, penerapan fleksibilitas pasar kerja yang menimbulkan ketidakpastian kerja dan pengangkatan status menjadi karyawan tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), hingga pasal yang dinilai akan membuka ruang besar bagi tenaga kerja asing (TKA) tidak berketerampilan (unskilled) untuk masuk dan bekerja di Indonesia disaat sebelumnya peraturan tersebut mengatur bahwa TKA yang dapat bekerja di Indonesia adalah mereka yang memiliki keterampilan tertentu dan belum dimiliki oleh pekerja lokal dengan harapan dapat tercapainya transfer of knowledge semakin meresahkan masyarakat.

Akan ada begitu banyak hak-hak para pekerja yang dipangkas apabila Perppu Cipta Kerja ini resmi disahkan yang menimbulkan kekecewaan dan tuntutan dari masyarakat. Puluhan ribu demonstran telah turun ke jalan untuk menyuarakan serta mengawal aksi penolakan atas Perppu Cipta kerja tersebut merespons kabar pengesahan Perppu Cipta Kerja yang akan dibahas dalam sidang paripurna DPR RI pada tanggal 14 Maret 2023 dengan membawa 4 tuntutan, yakni 1) Batalkan pengesahan Perppu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022; 2) Mendorong Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau PPRT; 3) Menolak RUU Kesehatan; dan 4) Mendesak DPR RI dan BPK untuk membentuk tim pencari fakta untuk melakukan audit forensik terhadap penerimaan pajak.

Tidak hanya para buruh, masyarakat umum berdampingan dengan mahasiswa pun turut menyuarakan kegelisahan serta kekecewaannya terhadap terbitnya Perppu Cipta Kerja ini karena akan mengancam berbagai sektor kehidupan rakyat, seperti contoh dalam sektor agraria, Perppu ini dinilai akan meliberalisasi dan memprivatisasi tanah, sedangkan dalam sektor ketenagakerjaan dinilai hanya mengutamakan kepentingan pelaku usaha dan semakin mengikis hak para pekerja. Hingga pemerintah menunjukkan itikad baiknya terhadap Perppu Cipta Kerja ini, masyarakat bersama dengan mahasiswa akan terus memperjuangkan suara serta hak-hak mereka.

Kesimpulan dan Statement
Dengan wujud barunya yang diterbitkan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu No. 2 Tahun 2022 ini telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Terdapat sejumlah kejanggalan pada Perppu Cipta Kerja yang dibuat secara tergesa-gesa seakan meninggalkan kesan bahwa pemerintah melarikan diri dari permasalahan yang seharusnya diselesaikan. Dengan adanya peraturan yang dinilai bermasalah, Perppu Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan apa yang dijamin di dalam UUD 1945 juga statement yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, kepastian hukum, dan pemenuhan hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, berserikat dan berkumpul. Sebaliknya, Perppu Cipta Kerja ini justru seperti dijadikan manuver politik pemerintah setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Terlepas dari beberapa kemungkinan keuntungan baik yang didapat dari Perppu Cipta Kerja ini, pada faktanya masih banyak kejanggalan, kecacatan, serta ketidakoptimalan pemerintah dalam mengkaji peraturan ini. Pada akhirnya, masyarakatlah yang akan merasakan akibatnya sebagai objek yang paling berdampak dari kearogansian para pemangku kebijakan ini. Tentunya diperlukan pengawalan serta bantuan dari berbagai pihak demi tercapainya kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak yang sudah seharusnya didapatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sudah sepatutnya kita sebagai masyarakat Indonesia secara bijak dan tegas menentang segala bentuk upaya pembangkangan konstitusi serta kebijakan yang merugikan rakyat. Pemerintah sudah seharusnya berlaku adil dalam mengayomi rakyatnya sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945.

REFERENSI

Presiden Republik Indonesia. 2022. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Sekretariat Negara. Jakarta.

DA, A. (n.d.). Sejumlah substansi UU Cipta Kerja Yang Dinilai rugikan buruh. Retrieved March 13, 2023, from https://www.hukumonline.com/berita/a/sejumlah-substansi-uu-cipta-kerja-yang-dinilai-rugikan-b uruh-lt5fa28130dfb31/?page=2

Farisa, F. (2022, December 30). Jalan Panjang UU cipta Kerja: Tuai penolakan, Dinyatakan inkonstitusional, Kini Presiden Terbitkan perppu. Retrieved March 12, 2023, from https://nasional.kompas.com/read/2022/12/30/17580431/jalan-panjang-uu-cipta-kerja-tuai-penol akan-dinyatakan-inkonstitusional-kini

Indonesia, C. (2023, January 01). Aliansi Buruh: Perppu ciptaker manipulatif, ‘Ganti Baju’ omnibus law. Retrieved March 13, 2023, from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230101191159-20-894766/aliansi-buruh-perppu-cipta ker-manipulatif-ganti-baju-omnibus-law

Indonesia, M. (n.d.). Mahkamah Konstitusirepublik Indonesia. Retrieved March 13, 2023, from https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17361

LPJK, A. (2021, December 10). UU Cipta Kerja Dinyatakan Inkonstitusional bersyarat, Pemerintah Segera tindak Lanjuti Putusan Mk. Retrieved March 12, 2023, from https://lpjk.pu.go.id/uu-cipta-kerja-dinyatakan-inkonstitusional-bersyarat-pemerintah-segera-tind ak-lanjuti-putusan-mk/#:~:text=UU%20Cipta%20Kerja%20Dinyatakan%20Inkonstitusional%20 Bersyarat%2C%20Pemerintah%20Segera%20Tindak%20Lanjuti%20Putusan%20MK,-By%20A dmin%20LPJK&text=Jakarta%20%E2%80%93%20Majelis%20Hakim%20Konstitusi%20mene gaskan,Cipta%20Kerja%20dinyatakan%20inkonstitusional%20bersyarat

Ramadhan, F. (2023, January 09). Pasal-Pasal yang merugikan buruh Dalam Perpu cipta Kerja. Retrieved March 13, 2023, from https://grafis.tempo.co/read/3199/pasal-pasal-yang-merugikan-buruh-dalam-perpu-cipta-kerja

Rizky, P. (2023, February 06). 4 Poin penting perppu Cipta Kerja: Gaji Kecil hingga kontrak tanpa batas. Retrieved March 12, 2023, from https://magdalene.co/story/pasal-pasal-kontroversial-perppu-cipta-kerja

UU Cipta Kerja: Kesalahan ‘fatal’ pasal-pasal omnibus Law Akibat ‘Proses Legislasi ugal-ugalan’, Apakah UU Layak Dibatalkan? (n.d.). Retrieved March 12, 2023, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54768000

Yandwiputra, A. (2023, March 13). Hari Ini Puluhan ribu buruh Demo Besar-Besaran Serentak tolak Perpu Cipta Kerja, Ada 4 Tuntutan. Retrieved March 14, 2023, from https://bisnis.tempo.co/read/1701935/hari-ini-puluhan-ribu-buruh-demo-besar-besaran-serentak-t olak-perpu-cipta-kerja-ada-4-tuntutan

Back To Top